Provinsi Jabar Masuk Kawasan Rawan Bencana, BPBD Minta Masyarakat Waspada

JABARNEWS | BANDUNG – Provinsi Jawa Barat masuk de dalam kawasan rawan bencana, semua jenis kebencanaan, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, sampai tsunami, berpotensi terjadi. 

Dari 27 kabupaten/kota, 14 daerah masuk kategori risiko bencana tinggi dan 13 daerah berisiko bencana sedang. Itu artinya, tidak ada daerah di Jabar yang masuk kategori risiko bencana rendah. 

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar Dani Ramdan menyatakan, pihaknya sudah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa. Hal itu dilakukan agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya. Pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk tetap waspada amat krusial. 

“Hanya gempa yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana terjadi. Tapi kalau banjir, kita lihat dari kondisi alam termasuk banjir rob karena air laut yang naik. Sedangkan, tsunami dan gempa tidak bisa diprediksi,” kata Dani di Bandung, Selasa (19/1/2021).

Baca Juga:  Waspada, Hari Ini Hujan Lebat Disertai Petir Timpa Beberapa Daerah Di Jabar

Setelah peta rawan bencana disusun, lanjut dia, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dari RPB itu, rencana kontinjensi jenis kebencanaan untuk setiap kabupaten/kota dapat disusun. 

“Dari rencana dan peta rawan bencana itu, pemerintah desa bisa menyusun, misalnya jalur evakuasi manakala akan berpotensi bencana, tempat evakuasi atau pengungsian. Kalau itu sudah ditambah kesiapan personel dan peralatan bencana, maka bencana itu bisa kita hadapi,” ucapnya. 

“Ada yang bisa kita cegah, ada yang tidak bisa, seperti gempa. Tapi, kalau kita punya kesiapsiagaan, paling tidak bisa meminimalisasi dampak atau risiko,” imbuhnya. 

Dani mengatakan, jika masyarakat sadar akan potensi bencana di lingkungan sekitarnya, maka mereka dapat melakukan mitigasi bencana. Contohnya dengan rutin memeriksa dan membersihkan saluran-saluran air di sekitarnya, supaya tidak tersumbat oleh sampah atau material lainnya. Memeriksa tebing-tebing, apakah vegetasinya atau tembok penahan tanahnya masih bagus. 

Baca Juga:  Dalam Tujuh Bulan, 88 Kasus Kebakaran Melanda Purwakarta

Jika terjadi retakan di tanah atau di tembok penahan tersebut apalagi ada aliran air yang merembes, hal itu merupakan tanda bahwa bisa terjadi potensi longsoran yang berbahaya. 

“Dalam kondisi demikian khususnya ketika terjadi hujan lebat, sebaiknya masyarakat yang bermukim di sekitar tebing seperti itu melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman,” ujarnya.

“Hal yang sama bisa dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Jika tinggi muka air sungai sudah mencapai level yang membahayakan, segera lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi,” tambahnya.

Dani pun menjelaskan bahwa dalam periode golden time yakni nol sampai tiga puluh menit saat terjadinya bencana, 34 persen faktor keselamatan dari bencana bersumber dari kesiapsiagaan individu yang terbentuk karena pengetahuan dan kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan evakuasi.

Baca Juga:  UMKM Desa Dawuan Tengah Kabupaten Karawang Inginkan Pelatihan Pemasaran Digital

“Peran BPBD, Tim SAR dan petugas lainnya hanya menyumbang 1,8 persen saja, karena pada saat golden time mereka tidak berada persis di tempat bencana,” jelasnya.

Sedangkan, 31 persennya bersumber dari pertolongan orang-orang terdekat, yakni anggota keluarga yang juga memiliki pengetahuan dan rencana kontigensi yang dilatihkan jika terjadi bencana. 

Kemudian, kata Dani, 17 persen faktor keselamatan lainnya bersumber dari pertolongan komunitas (tetangga se-RT/RW kalau dilingkungan tempat tinggal atau rekan sekantor/pabrik, dll kalau di lingkungan tempat kerja). 

“Dengan demikian kesiapsiagaan individu, keluarga dan komunitas mutlak diperlukan dalam membangun masyarakat yang berbudaya tangguh bencana,” tutupnya.