Pandangan Dinsos Kota Bandung Soal Pemasungan Penyandang Disabilitas

JABARNEWS | BANDUNG – Pemasungan merupakan salah satu pelanggaran hak penyandang Disabilitas untuk hidup, bebas dari stigma, privasi, keadilan dan perlindungan hukum seperti dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Hal ini menunjukkan betapa kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyandang Disabilitas mental dan kesehatan jiwa.

Bagian Rehabilitas Disabilitas Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, Dewi mengatakan, penyandang Disabilitas harus mendapatkan perlindungan.

“Keluarganya sendiri harus mah memeriksakan penyandang Disabilitas ke puskesmas terdekat, mereka juga sama-sama warga negara harus kita lindungi hak-haknya. sekarang juga kan dinkes ada yang gratis.” ujar Dewi Dinsos, Kamis (3/12/2020).

Baca Juga:  Kecewa! Formasi Guru di CPNS 2020 Hilang, Ini Kata Ketua PGRI Purwakarta

Dinsos juga kata Dewi, mengadakan penyuluhan ke Masyarakat, berkoordinasi kewilayahan, PSM, masyarakat setempat dan Keluarga. Bahwa keluarga tidak usah malu justru Penyandang Disabilitas harus diajak keluar untuk bersosialisasi.

Dinsos pun memberikan fasilitas terhadap penyandang Disabilitas dengan Rehabilitas Disabilitas, Bantuan Nutrisi dan Bimbingan untuk mengedukasi masyarakat maupun keluarga bahwa penyandang Disabilitas itu tidak perlu disembunyikan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RMB) Kota Bandung masih menemukan kasus ‘pemasungan’ penyandang disabilitas.

Baca Juga:  Setiawan Wangsaatmaja Komitmen Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik secara Pentahelix

Ketua RBM Kota Bandung, Siti Muntamah mengatakan pemasungan tersebut dalam artian adanya penilaian tidak baik terhadap penyandang Disabilitas. Oleh karena itu, dia meminta semua lapisan masyarakat untuk menghilangkan stigma buruk tersebut.

“Mereka juga warga negara yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, agar bisa berekspresi dan berkontribusi untuk semua,” kata Siti di Bandung, Selasa (1/12/2020).

Dia prihatin, pasalnya stigma buruk tersebut tidak hanya datang dari masyarakat tetapi juga keluarga.

Baca Juga:  Wabup Majalengka Terima Kunjungan Kedubes AS Jajaki Kolaborasi

“Yang memberikan stigma bukan masyarakat (saja) tapi dari keluarga sendiri. Dianggapnya dia bukan anak yang sempurna,” ucapnya.

Siti menjelaskan, setiap anak yang masuk kategori penyandang disabilitas tidak seharusnya diperlakukan demikian. Mengingat, lanjut dia, setiap manusia memiliki potensi yang harus digali agar mereka dapat berekspresi sesuai kemampuannya.‎

“Ada juga yang mestigma dirinya sendiri, padahal kan tidak begitu. Setiap orang pasti memiliki keistimewaan sendiri,” jelasnya.

Penulis: Dewi Gayatri