Dedi Mulyadi: Tertibkan Buzzer Sok Agamis dan Pancasilais, Meracuni Pikiran Publik

JABARNEWS | PURWAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyoroti aktifitas Buzzer di media sosial yang kerap menimbulkan kegaduhan. Ia menilai saat ini Buzzer terbagi menjadi dua kelompok besar.

“Pertama, yang mengaku paling nasionalis dan kedua, paling beragama,” ujar Dedi Mulyadi, dilansir dari Kumparan, Jumat (12/2/2021).

Dedi Mulyadi menilai, kedua kubu ini berperan besar dalam memecah belah masyarakat dengan berbagai narasi yang disampaikan.

Baca Juga:  Padat, Ruas Tol Cipali KM 73

“Hentikan perilaku yang sok pancasila dan sok agamis. Nah itu sok-sokan itu muncul di medsos itu sebagai bagian dari pengelolaan isu,” kata Dedi,

Selain itu, menurut Dedi Mulyadi momen yang kerap jadi ajang beradu kedua Buzzer di media sosial itu adalah pada saat momen politik berlangsung. Yang mana, dijadikan mereka sebagai waktu yang tepat untuk menyampaikan berbagai narasi itu.

“Nah kedua kubu ini telah meracuni cara berpikir publik yang mayoritas sehingga publik yang mayoritas itu juga memblok dirinya membagi dua,” ujarnya.

Baca Juga:  Mantan Sekda Depok Janji Penuhi Panggilan Penyidik

“Terbawa oleh stigma politik medsos yang dikembangkan sehingga momentumnya adalah pemilu. Selalu itu,” tambahnya.

Mantan Bupati Purwakarta ini menilai yang terpenting saat ini adalah bagaimana menertibkan para buzzer. Sebab, makin lama pikiran publik diracuni, bakal makin berbahaya.

“Sehingga saya meminta untuk segera ditertibkan. Siapapun ya yang memiliki perilaku buruk di medsos yang mengelola itu hanya untuk kepentingan dan kehilangan narasi akademis itu akan berbahaya yaitu meracuni pikiran publik,” ujarnya.

Baca Juga:  Kecanduan Game Online, Dua Pelajar SMP di Cimahi Putus Sekolah

“Sehingga menurut saya harus ditertibkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Dedi mendorong perbaikan narasi-narasi yang muncul di media sosial. Lebih positif dan tanpa ada upaya pecah belah.

“Saya ingin media sosial ini diisi oleh narasi narasi argumentatif akademis yang memiliki landasan landasan berfikir akademis yang memadai,” pungkasnya. (Red)