Benarkah Guru-guru Honorer Kecewa Sama Kebijakan Mas Menteri, Soal Apa?

JABARNEWS | JAKARTA – Ketua umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Nasional Rizki Safari Rakhmat mengkritisi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim. Dia menilai Nadiem tidak serius menyelesaikan masalah guru honorer.

“Jujur saja, guru-guru honorer kecewa dengan Mas Menteri. Beliau tidak serius dengan kebijakan penyelesaian guru honorer salah satunya lewat rekrutmen satu juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK,” tutur Rizki melansir JPNN.com, Minggu (21/2).

Dia menyebutkan ada empat poin yang membuat guru honorer geregetan kepada Nadiem Makarim. Pertama, kecewa karena Desember 2020 pemerintah memutuskan penerimaan CPNS guru ditiadakan untuk 2021.

Hal ini memupus harapan para guru honorer dan calon guru lulusan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk bisa mengikuti rekrutmen CPNS guru 2021.

Baca Juga:  Ini Daftar Lengkap Nomor Urut Paslon Pilkada 2020 di 8 Daerah di Jabar

“Anehnya, selain formasi guru tingkat Pemda dan pemerintah pusat lainnya masih tetap ada formasi CPNS 2021,” ujarnya.

Kedua, ada apa dengan pemda dan pemerintah pusat tidak memaksimalkan kuota 1 juta guru PPPK di tahun 2021? Sampai saat ini belum diumumkannya formasi tersebut. Bahkan kata Rizki, kabarnya jika tahun ini hanya ada 515 ribu formasi guru PPPK.

“Kami rasa masih jauh dari selisih rencana 1 juta kuota tersebut, serta kekosongan guru ASN yang mencapai 1,3 juta guru,” ucapnya.

Jika memang dari setiap pemda hanya mendapatkan 50% formasi guru PPPK, lanjutnya, mengapa Kemendikbud tidak menambahkan sisa pemenuhan formasi tersebut dengan mengambil data pada Dapodik?

Baca Juga:  Dulu Dicap Suka Tawuran, Now Suka Prestasi

Rizki menyarankan, untuk meninjau ulang formasi yang diajukan dari tiap Pemda dengan kebutuhan guru pada aplikasi Dapodik Kemendikbud.

“Kami mendapatkan informasi guru mata pelajaran tertentu misalnya di Provinsi Jawa Barat tidak mengajukan kebutuhan untuk guru mapel Bahasa Sunda pada jenjang SMA/SMK negeri. Bukan tidak mungkin provinsi lain juga tidak mengusulkan formasi PPPK guru bahasa daerah,” bebernya.

Ketiga, kurangnya sosialisasi dari tingkat pusat, daerah, dan satuan pendidikan terkait waktu pelaksanaan rekrutmen PPPK 2021.

Sebetulnya kapan tepatnya rekrutmen guru PPPK ini akan dilaksanakan? Jangan sampai pelaksanaannya diundur-undur terus, karena untuk lulusan PPPK 2019 yang dilaksanakan satu kali tes saja belum semua daerah selesai mendapatkan NIP dan SK. Apalagi sekarang akan dilakukan sampai tiga kali kesempatan tes.

Baca Juga:  Kader PKB di Parlemen Akan Dipecat Jika Tidak Bisa Mewakili Aspirasi Rakyat

“Materi-materi belajar sebagai persiapan tes PPPK juga belum diterbitkan Kemendikbud sampai Februari ini,” ungkapnya.

Keempat, belum ada keputusan mengenai pertimbangan afirmasi yang diusulkan Komisi X DPR RI untuk penambahan poin atas penghargaan guru dilihat dari lamanya pengabdian, sertifikat pendidik, dan prestasi.

“Ayo gerak cepat, Indonesia darurat 1,3 juta guru ASN, darurat lemahnya kesejahteraan serta perlindungan terhadap guru honerer.”

“Jika urusan seragam sekolah para menteri bisa cepat membuat SKB 3 menteri, tetapi masalah guru honorer tidak begitu cepat dan rensponsif. Padahal makin banyak perlakuan diskriminatif terhadap guru honorer,” sambungnya.

Sumber: JPPN