12 Tahun Berlalu, Tsunami Tetap Ancam Pangandaran

JABARNEWS | PANGANDARAN – Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada acara resmi untuk memperingati 12 tahun bencana tsunami di Pangadaran. Kendati begitu, semangat bangkit terus digelorakan untuk membangun kesiapsiagaan masyarakat.

Diketahui, pada 17 Juli 2006, kawasan Pesisir Pangandaran hancur diterjang tsunami hebat yang dipicu gempa berkekuatan 6,8 skala richter. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 512 orang.

Nana Suryana, Pangandaran

Bupati Pangandaran, H Jeje Wiradinata, berharap kesiapsiagaan bencana bukan sekadar wacana dan formalitas. Aparat pemerintah dan masyarakat harus benar-benar memahami dan membudayakan kesiapsiagaan bencana, mengingat Kabupaten Pangandaran sebagai salah satu dari 16 daerah paling rawan bencana di Indonesia.

“Kesiapsiagaan masyarakat harus terus dilatih, supaya tidak terjadi kepanikan saat bencana alam terjadi,” katanya, dikutip Radar Tasikmalaya, Rabu (1/8/2018).

Baca Juga:  Kapolda Jabar Tinjau Kemacetan Di Cipali

Jeje berharap dinas terkait lebih proaktif mengelola kesiapsiagaan bencana. “Sosialisasi kebencanaan, pembentukan kerelawanan di tiap desa dan komunitas harus menjadi program prioritas,” ujarnya.

Upaya mitigasi bencana berbasis masyarakat terus dilakukan berbagai sektor. Salah satunya program Kampung Siaga Bencana (KSB) yang digagas Kementerian Sosial RI. Di Pangandaran sendiri saat ini sudah tujuh kali dilaksanakan, lokasinya yakni daerah-daerah yang berpotensi bencana.

Dalam kegiatannya, masyarakat dilatih mengenal jenis bencana berikut cara penanganannya. Mereka mendapatkan materi kebencanaan dari sejumlah narasumber dan praktisi terkait.

“Karakteristik alam di Kabupaten Pangandaran memiliki wilayah rawan bencana, di antaranya terdapat daerah berpotensi tsunami, tanah longsor, banjir dan kekeringan,” tutur Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan dan Desa Kabupaten Pangandaran, H Dani Hamdani.

Baca Juga:  Jangan Parkir Sembarangan! Dishub Kota Bandung Bakal Lakukan Razia Sehari Tiga Kali

Dilihat secara geografis dan demografis, banyak terdapat wilayah perbukitan yang rawan bencana, disertai semakin berkurangnya pepohonan saat ini.

“Terdapat juga sungai-sungai besar yang berpotensi mengakibatkan banjir bandang,” ujarnya.

Timbulnya bencana, lanjut dia, merupakan hal yang sulit dihindari dan diperkirakan secara tepat dan pasti.

“Gejala alam tersebut berada diluar jangkauan kemampuan manusia. Selain itu, kelalaian, kecerobohan, ketidaksadaran serta kekurangan pemahaman dan pengetahuan manusia yang terbatas dapat pula mengakibatkan bencana,” ungkapnya.

Dikatakannya, akibat yang ditimbulkan dari bencana alam dapat menyebabkan korban dan penderitaan bagi manusia. Seperti, kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian hingga krisis pangan akibat gagal panen dan lainnya.

Pemerintah Kabupaten Pangandaran telah berusaha keras melaksanakan penanggulangan bencana dengan memaksimalkan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Namun demikian, bantuan penanggulangan bencana belum optimal sepenuhnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan pemerintah baik dari segi anggaran maupun tenaga penanggulangan bencana.

Baca Juga:  Seorang Pemuda di Purwakarta Diringkus Polisi karena Buat Laporan Palsu

“Oleh karena itu partisipasi aktif masyarakat dan dunia usaha sangat diharapkan, baik secara materi maupun tenaga sukarela,” ungkapnya.

Asep (42), warga Desa Kalijati, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, mengatakan, kegiatan pelatihan dan simulasi bencana sangat dibutuhkan masyarakat. Pasalnya, selama ini banyak yang tidak memahami potensi bencana.

“Masyarakat banyak yang tidak tau harus bagaimana jika ben­cana terjadi, dan upaya apa saja untuk mencegahya, jadi bu­tuh pengetahuan tentang ke­bencanaan,” pungkasnya. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat