Akademisi hingga Politisi Soroti Pengadaan Alutsista Militer dan Reformasi TNI, Ada Apa?

JABARNEWS | BANDUNG – Pusat Studi Politik dan Demokrasi FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad) menyoroti profesionalisme militer dan demokrasi dalam pengadaan alat utama angkatan persenjataan (alutsista) sebagai bentuk keamanan negara.

Direktur Eksekutif Lespressi Rizal Darma Putra, M.Si mengatakan, pengurangan anggaran belanja militer yang kemudian dikompensasikan untuk melakukan pembangunan dengan maksud memberikan dana bantuan tersebut kedalam bidang kegiatan pencegahan konflik. Seperti penanganan pasca-konflik.

“Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi atas pengawasan pemerintah terhadap institusi yang berwenang di bidang keamanan,” kata Reza dalam Webinar Series: Militer dan Demokrasi FISIP Unpad lewat Zoom di Bandung, Selasa (27/4/2021).

Baca Juga:  Bandung Run 2019 Tingkatkan Pesona Sport Tourism di Kota Kembang

Menurutnya, saat ini Indonesia memiliki bentuk ancaman berupa konflik terbuka atau perang konvensional, dimana yang berhadapan adalah kekuatan angkatan bersenjata kedua negara.

“Saat ini dan kedepannya kemungkinan masih kecil terjadi terhadap Indonesia,” tuturnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Komisi I DPR RI Moses menyampaikan bahwa meningkatkan tren anggaran Kementerian Pertahanan dari tahun ke tahun, targetnya mencapai 1.5 persen dari PDB, meskipun selama ini realisasinya sekitar 0.5-1 persen dari PDB.

Baca Juga:  FishOn, Aplikasi Kemaritiman Menuju Satu Juta Nelayan Berdaulat

Dia menyebut, program dalam pengadaan alutsista Minimum Essential Force (MEF) yang mulai dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2007. Kebijakan MEF mulai dilaksanakan sejak tahun 2009 yang terbagi dalam tiga fase: fase pertama 2010-2014, fase kedua 2015-2019,

dan fase ketiga 2020-2024.

“Sejauh ini, capaian MEF masih belum mencapai target dari target 100 persen pada tahun 2024 nanti,” ucap Moses.

Disisi lain, Dosen Ilmu Politik Unpad Dr. Yusa Djuyandi menyatakan bahwa tujuan dari diadakannya reformasi TNI adalah untuk menjadikan TNI sebagai aktor pertahanan yang profesional di bidangnya.

Baca Juga:  Program Sister City, Pelajar Bandung Bisa Belajar Ke Korea Selatan

Dia mengutip perkataan Janowitz yang mengungkapkan profesionalisme militer adalah keahlian yang dimiliki kalangan militer untuk menggunakan kekerasan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

“Kekerasan yang dimaksud adalah penggunaan kemampuan dan peralatan militer yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sebagai alat pertahanan,” ujar Yusa.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa dalam kontrol sipil objektif terdapat suatu upaya memaksimalkan profesionalisme militer. “Kontrol sipil objektif memiliki tujuan akhir memiliterkan pihak militer,” tutupnya. (RNU)