JABARNEWS | BANDUNG – Kabar duka datang dari dunia peradilan di Tanah Air. Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI periode 2008 – 2013, Muhammad Alim meninggal dunia di usia 76 tahun.
“Innalilahi wa innailihi rojiun. Telah meninggal dunia Bapak Muhammad Alim pagi ini pukul 06.00 WIB di Makassar,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada wartawan, Rabu (18/8/2021).
Muhammad Alim yang juga mantan Kepala Pengadilan Tinggi Kendari, Sulawesi Tenggara, lahir di Palopo, Sulawesi Selatan, 21 April 1945. Dia dikenang sebagai hakim yang amanah, penuh integritas, dan berjiwa negarawan.
Sederhana, rendah hati, tegas, jujur dan religius adalah cerminan dari sosok Muhammad Alim. Dia tergolong pribadi yang memiliki karir di meja hijau cukup panjang dan penuh perjuangan.
Dilansir Antara, Muhammad Alim memulai perjalanan karirnya sebagai hakim karir di peradilan umum. Setelah lima tahun berkecimpung di dunia peradilan, ia diangkat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Sinjai yang selanjutnya berpindah-pindah ke sejumlah tempat.
Pengadilan Poso, Pengadilan Negeri Serui, Pengadilan Negeri Wamena, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Tinggi Jambi, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara hingga hingga puncaknya diangkat menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi pada 2008.
Sumpahnya sebagai hakim MK diambil langsung oleh Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk masa bakti 2008 hingga 2013 menggantikan Soedarsono yang pensiun.
Pada periode selanjutnya, ia kembali diamanahkan sebagai salah seorang dari sembilan hakim MK. Namun, untuk periode keduanya, Hakim Alim hanya menjalankan amanah hingga 21 April 2015 karena memasuki masa pensiun.
Semasa menjalani karir sebagai hakim, ia memang dikenal sebagai pribadi yang baik, memiliki inisiatif tinggi terhadap kinerja, sederhana, santun serta dikenal jujur.
Akademisi, pengacara sekaligus dosen di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, M. Andi Asrun mengaku cukup mengenal dengan dekat Hakim Alim.
Suatu ketika, ia mendapat informasi hakim yang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA) tersebut menolak adanya potensi suap di lingkungan MK. “Ia menolak untuk disuap, hal itu tegas disampaikannya,” ujar Andi.
Sikap jujur dan integritas yang tinggi dari sosok hakim lulusan Sekolah Rakyat Negeri tahun 1958 tersebut, adalah cerminan yang seharusnya dimiliki oleh setiap penegak hukum di Tanah Air.
Dalam menjalankan profesi sebagai hakim, lulusan strata tiga (S3) jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia tersebut selalu mengedepankan prinsip yang benar adalah benar, dan yang salah tetap salah. Sepertinya, hal itu memang tidak bisa ditawar dari pribadinya.
Hal itu telah dibuktikan saat ia menolak adanya potensi suap di lingkungan MK sebagaimana yang disampaikan oleh M. Andi Asrun.
Selain jujur dan santun, ia juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Gambaran kesederhanaannya tercermin dari rumahnya di Makassar yang hanya ditutupi seng.
“Saya pernah lihat rumahnya di Makassar, sangat sederhana dan hanya ditutupi seng,” ujar Andi mengenang almarhum Hakim MK tersebut.
Kedekatan Andi yang juga berprofesi sebagai pengacara dengan Hakim Alim memang sudah terbangun cukup lama. Bahkan, orangtuanya juga sama-sama berasal dari Palopo, Sulawesi Selatan.
Kendati kenal dengan baik, ditambah lagi Andi yang juga pernah mengabdi di MK sebagai staf ahli, ia sama sekali tidak mau memanfaatkan kedekatan dan meminta bantuan kepada Hakim Alim.
Sebab, ia menyadari dan tahu betul sosok Muhammad Alim adalah pribadi yang tidak suka bila kedekatan dijadikan atau dimanfaatkan sebagai fasilitas penghubung untuk melancarkan urusan pekerjaan.
Dengan tidak meminta bantuan apalagi memanfaatkan kedekatan dan akses yang dimiliki pada saat itu, ia menilai hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari menghormati orang yang jujur.
Sebagai sosok yang sudah tidak diragukan lagi dalam mengemban amanah di ranah peradilan, maka sudah sepatutnya Hakim Muhammad Alim menjadi contoh dan diteladani kepribadiannya oleh para hakim di Tanah Air terutama sembilan hakim MK.
Meskipun memiliki wawasan yang luas, ia diketahui adalah pribadi yang tetap mau belajar dengan siapa pun terutama ketika ada sesuatu yang kurang atau tidak dipahaminya.
Di dalam persidangan, lulusan Universitas Hasanuddin tersebut juga tidak pernah menjatuhkan semangat orang, apalagi sampai mempermalukan di meja hijau.
Justru, yang terjadi hakim yang juga dikenal sebagai cendekiawan tersebut malah mengangkat semangat orang dalam persidangan agar bisa berkata dengan baik di persidangan.
Menurut, Andi, sikap-sikap yang dimiliki oleh Hakim Muhammad Alim patut dicontoh oleh semua Hakim MK saat ini terutama yang masih muda.
Secara pribadi, Andi menaruh harapan kepada Hakim prof Saldi Isra dan Hakim prof Aswanto. Sebab, kedua figur tersebut dinilai memiliki kekuatan untuk menjadi penggerak guna memperkuat visi MK sebagai pengawal konstitusi di Indonesia.
Senada dengan Andi, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan lembaga tersebut mengaku kehilangan atas wafatnya salah seorang Hakim MK terbaik pada masanya.
Sebagai seorang hakim yang hampir sama sekali bisa dikatakan tidak tersentuh isu miring, Hakim Alim merupakan penerima penghargaan Bintang Mahaputera.
Atas dedikasi dan pengabdiannya yang tulus pada bangsa Indonesia, ia berhak dimakamkan menurut protokol penerima Bintang Mahaputera di taman makam pahlawan di Makassar.
Secara kelembagaan, MK juga telah menyelesaikan segala hak-hak yang dimiliki oleh almarhum salah satunya prosesi pemakaman di taman makam pahlawan.
Kepribadian yang jujur, rendah hati, santun dan sederhana sepertinya didapati almarhum dari ketaatannya dalam menjalankan ibadah. Sebagai pemeluk Islam, Hakim Alim diketahui memang taat beribadah.
Gambaran ketaatan hakim yang memiliki tujuh orang anak tersebut juga sering menjadikan nilai-nilai agama sebagai kekuatan dalam menjalankan tugasnya. Dalam persidangan, tak jarang ia menampilkan kajian hukum dari perspektif hukum islam.
Bahkan, banyak putusan-putusan yang dibuatnya diwarnai dari pemikiran almarhum yang kental dengan perspektif hukum islam.
“Banyak putusan dan kutipan hadis yang bisa kita temukan saat beliau memutuskan sebuah perkara,” kata Fajar.
Kesederhanaan dan gaya hidup yang jauh dari kata glamor, memang begitu kental dalam pribadi hakim yang lahir di Desa Pompaniki sekitar 36 kilometer sebelah utara Kabupaten Palopo tersebut.
Suatu ketika, Fajar berkesempatan mengunjungi kediamannya di Makassar. Pada saat itu, ia mendampingi Ketua MK Prof Arief Hidayat. Sesampai di rumahnya, Juru Bicara MK tersebut mengaku terkesima dengan kesederhanaan seorang Hakim MK tersebut.
Sebagai orang yang telah berkecimpung lama di dunia peradilan hingga sukses menjadi Hakim MK, kesan mewah sama sekali tidak tergambar di kediamannya. Padahal, secara finansial ia dinilai mampu jika ingin hidup mewah.
“Yang saya lihat rumahnya memang sederhana,” kata dia.
Mungkin, bagi orang yang tidak mengetahui sosok Muhammad Alim, akan menduga rumah tersebut adalah rumah rakyat biasa karena memang jauh dari kesan mewah tadi.
Secara pribadi, jauh sebelum Fajar bekerja dan menjadi Juru Bicara MK, ia sempat menghadiri ujian disertasi Hakim Alim di Universitas Islam Indonesia.
Ia bercerita pada saat itu Hakim Alim berhasil mempertahankan disertasinya terkait Piagam Madinah di hadapan prof Mahfud MD dan sejumlah penguji lainnya.
Di sidang tersebut, lagi-lagi nilai-nilai religius dari Hakim Alim sangat kental terlihat. Sebagai contoh, setiap menjawab pertanyaan dari penguji, ia tidak pernah melepaskan nuansa keislaman yang dipelajarinya.
Fajar mengingat hal yang paling berkesan pada saat sidang ialah sikap sopan santun yang ditunjukkan oleh Hakim Alim kepada penguji. Bahkan, ungkapan kesopanan tersebut membuat salah seorang penguji disertasinya kagum.
“Di situ saya melihat Pak Alim adalah orang yang sangat rendah hati dan religius,” ujarnya.
Kini, salah seorang putra terbaik bangsa di bidang peradilan tersebut telah berpulang. Sikap dan pribadinya, diharapkan bisa menjadi contoh oleh siapa saja terutama oleh sembilan Hakim MK. Selamat jalan Pak Hakim! (Red)