JABARNEWS | BANDUNG – Bertempat di Kampung Cikoneng, Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, batu kuda merupakan salah satu situs yang begitu terkenal di kawasan Bandung Timur.
Situs batu kuda ini merupakan peninggalan agama pra-Islam dengan perwujudan seekor kuda yang menjadi tunggangan Prabu Layang Kusuma dan permaisurinya, Ratu Layang Sari.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kuda terbang tersebut berasal dari gunung Kidul dan bernama kuda Sembrani yang sedang melintasi gunung Manglayang dari arah Cirebon menuju Banten.
Di tengah perjalanan, kuda tersebut terperosok di sebuah area yang tidak jauh dari titik sanghyang (kaki gunung). Ia terperosok yang begitu dalam sehingga hanya separuh badannya saja yang terlihat.
Kemudian, kini kudang tersebut menjelma dalam wujud baru. Dari bentuk batu yang tampak, kuda tersebut mencoba membebaskan diri kubangan namun tidak mampu. Kubangan sang kuda Sembrani saat ini dikenal dengan nama Batu Kuda.
Ada sebuah mitos yang berlaku di kalangan masyarakat, pada 3-4 tahun lalu terdapat beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar masyarakat.
Misalnya setiap hari Senin dan Kamis para pendaki atau siapapun dilarang memasuki area gunung Manglayang karena pada saat itu dipercaya sebagai hari berkumpulnya para leluhur (ruh). Jika mendaki tidak boleh dalam jumlah orang bilangan ganjil.
Batu Kuda ini hanya berjarak 700 meter dari titik sanghiyang dengan mengikuti jalan yang diarahkan oleh pengriksa. Tidak jauh dari Batu Kuda terdapat Batu Kursi, di batu ini konon sang penunggang kuda Semprani beristirahat sambil menunggu kudanya yang terperosok di kubangan terbebas.
Selain batu kuda dan batu kursi, di Manglayang juga ada batu lainnya seperti batu lawang, batu tumpeng dan batu keraton. Menurut mitos, batu keraton tidak bisa sembarangan ditemukan oleh pendaki ataupun orang biasa dan bersifat mistis (kerajaan). Gundukan batu yang ada di Gunung Manglayang juga dipercaya sebagai perwujudan lain dari ‘prajurit’. (Red)