JABARNEWS | JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bakal menyuntikkan dana sebesar Rp4,3 triliun untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Penyuntikan dana dengan nilai yang fantastis itu ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI), sebagai kebutuhan pemenuhan ekuitas dasar atau base equity.
Sri Mulyani mengatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung awalnya bersifat business to business (B2B). Kewajiban terkait kebutuhan proyek itu pun jadi kewajiban BUMN.
Baca Juga: Wisatawan Tenggelam dan Hilang di Pantai Karang Hawu Sukabumi Sudah Diingatkan Begini
“Namun, karena KAI terdampak Covid-19 dan mengalami penurunan penumpang, maka kemampuan BUMN dalam menyediakan ekuitas awal tidak bisa terpenuhi,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin 8 November 2021.
Adapun dana tersebut, menurut Sri Mulyani, akan berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) tahun 2021 yang senilai Rp20,1 triliun.
Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa dana tersebut belum disuntikkan kepada PT KAI. Mengingat, masih ada negosiasi Kementerian BUMN bersama konsorsium KCJB mengenai penyelesaian proyek kereta cepat.
Baca Juga: Akun Twitter Polresta Bogor Kota Sukai Konten Porno, Begini Respons Polda Jabar
Dalam negosiasi, sedang didiskusikan beberapa hal yang menjadi usulan Kementerian Keuangan. Di antaranya penyetoran modal awal KCJB oleh konsorsium.
Selain itu Kementerian Keuangan juga mengusulkan terkait kemungkinan dilusi saham kepemilikan pemerintah yang sebesar 60 persen dalam proyek kereta cepat.
“Kalau memang nantinya kepemilikan pemerintah didilusikan, kami tidak perlu keluarkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar itu,” kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Beberapa Klub Malam di Bandung Langgar PPKM, Luhut Binsar Pandjaitan Ungkap Modusnya
Sri Mulyani menjelaskan, modal awal proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung seharusnya disetorkan sebesar 920 juta dolar AS secara B2B oleh empat BUMN.
Keempat BUMN itu yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Waskita, PT Jasa Marga, dan PT KAI. Penyetoran itu semestinya ialah di awal proyek kereta cepat, yakni sekitar tahun 2015.
Kendati demikian, saat proyek kereta cepat mulai berjalan, keempat perusahaan pelat merah tersebut tergabung dalam satu konsorsium itu tak bisa menyetorkan modal awal.
Baca Juga: Keterbukaan Informasi di 19 Badan Publik di Jawa Barat Ini Bersaing, Mana yang Terbaik?
Akhirnya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung berjalan terlebih dahulu berdasarkan pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB).
“Namun, pinjaman ini sudah dicairkan dan sampai suatu titik tertentu ekuitasnya habis,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani berharap, Kementerian BUMN dan konsorsium bisa mencari titik tengah permasalahan tersebut. Mengingat, proyek KCJB sudah masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 tahun 2020.***