China Persiapkan Jaringan Masa Depan 6G

JABARNEWS | BANDUNG – Kementerian Sains dan Teknologi China baru-baru ini meluncurkan persiapan pengembangan jaringan masa depan, 6G. Menurut pendapat beberapa ahli kecepatan 6G bisa mencapai 1 TB per detik, atau sekitar 8.000 kali kecepatan 5G.

China telah membentuk dua kelompok kerja untuk mengembangkan penelitian pada 6G. Salah satu kelompok terdiri dari beberapa eksekutif dari kementerian sektor terkait yang bertanggung jawab untuk mendukung upaya kelompok kedua, yang murni teknis.

Baca Juga:  Covid-19, Pemkab Sergai Harapkan RS Swasta Miliki Ruang Isolasi

Kelompok kedua terdiri atas 37 ahli dari universitas, lembaga penelitian dan perusahaan teknologi.

Riset dan pengembangan ini masih pada tahap awal, mengingat 5G masih dalam masa pertumbuhan. Namun, untuk mengembangkan jaringan internet generasi baru dibutuhkan sekitar 10 tahun. Teknologi 6G direncanakan untuk diperkenalkan pada 2030.

Menurut Dr. Mahyar Shirvanimoghaddam dari University of Sydney, secara teori, jaringan 6G dapat menawarkan kecepatan hingga 1 terabyte per detik atau 8.000 gigabit per detik.

Baca Juga:  The Power Of Netizen, Begini Nasib Shin Tae Yong Setelah Bawa Timnas Indonesia Lolos Piala Asia

Kecepatan ini akan membuka pintu bagi jenis penggunaan internet yang benar-benar baru dan merevolusi hubungan manusia dengan teknologi.

Era 6G, misalnya, dapat menawarkan perspektif baru dalam hal antarmuka otak-komputer. Sebagai contoh, adalah kemungkinan untuk menggunakan perangkat “melalui otak kita,” kata Shirvanimoghaddam.

Sebagai gambaran dalam penggunaan internet sehari-hari, 6G mampu mengunduh lebih dari 142 jam video berkualitas tinggi per detik.

Baca Juga:  Gacor! Tumbangkan Curacao Dua Kali, Ranking FIFA Timnas Indonesia Naik, Paling Tinggi di AFF

Namun, seiring berjalannya waktu, para peneliti masih harus menghilangkan hambatan signifikan untuk mencapai tujuan ini.

“Kecepatan 6G ini akan membutuhkan peningkatan yang signifikan dalam ilmu material, arsitektur komputer, desain chip dan penggunaan energi. Kita harus memikirkan cara aman untuk memasok semua perangkat ini tanpa risiko membakar Bumi,” ujar Shirvanimoghaddam. (Ara)